Hi...
Hari ini, enam puluh tujuh tahun yang lalu adalah hari yang akan selalu dikenang oleh semua rakyat Indonesia sebagai hari di mana bangsa Indonesia bebas merdeka terhadap segala bentuk penjajahan yang di alami rakyat Indonesia selama tiga ratus tahun lebih. Hari ini enam puluh tujuh tahun yang lalu adalah hari yang menjadi puncak dari semua perjuangan, perngorbanan nyawa, kesabaran serta doa-doa dari seluruh rakyat Indonesia yang telah di jawab Tuhan dengan sebuah kemerdekaan.
Tapi lebih dari itu hari ini punya kenangan tersendiri buat gue. Hari ini tiga tahun yang lalu tepat setelah upacara penurunan bendera merah putih dan adzan maghrib berkumandang adalah hari di mana ayahanda tercinta di panggil oleh Allah SWT untuk kembali pulang padaNya. Hari di mana gue tidak lagi bisa mendengar suara keras darinya yang menyuruh gue untuk sholat, hari dimana gue tidak lagi bisa mendengar nasihat-nasihat darinya, dan hari dimana gue tidak lagi bisa berbagi cerita tentang sepak bola dengannya.
Ayah adalah orang yang bisa berubah menjadi apa saja buat gue dan keluarga. Ayah bisa menjadi guru agama yang mengajarkan gue sholat dan membaca Al Quran, ayah bisa menjadi tukang jahit yang membuatkan seragam sekolah gue dari SD hingga SMA, ayah bisa menjadi tukang bangunan yang membuatkan kamar sendiri untuk gue ketika gue beranjak remaja, ayah bisa menjadi ahli elektronik yang memperbaiki alat-alat elektronik dan instalasi listrik di rumah jika ada yang rusak, ayah bisa menjadi event organizer profesional di acara perkawinan kakak pertama gue, bahkan ayah bisa menjadi juru masak yang handal ketika acara perpisahan SMA gue.
Ceritanya gue baru saja lulus SMA dan di wajibkan membawa makanan untuk perpisahan di sekolah sementara waktu itu kakak pertama gue sedang di rawat di rumah sakit untuk melahirkan dan ibu harus menenemani kakak gue berjuang melewati persalinannya. Jadilah ayah berubah menjadi juru masak dadakan. Gue ingat menu yang di masak waktu itu adalah ayam asam manis. Walaupun bentuknya agak aneh tapi alhamdulillah rasanya tidak se aneh bentuknya :).
Banyak sekali kenangan yang gue ingat tentang ayah. Bermain catur, dimana ayah selalu bermain tanpa ster dan kedua bentengnya jika melawan gue, menonton bola di stadion kelabat untuk mendukung tim andalan kami Persma Manado dimana gue selalu menitipkan dompet dan HP ke beliau ketika berdesak-desakan masuk ke dalam stadion, menonton berita bersama dimana ayah selalu menjelaskan situasi politik yang sedang terjadi di Indonesia, dan masih banyak lagi kenangan manis yang gue lalui bersama beliau.
Terutama di bulan Agustus, kebiasaan yang hampir selalu gue lakukan setiap tahun bersama ayah adalah cat pagar rumah dan pasang bendera merah putih di depan rumah. Bahkan di bulan Agustus tahun 2009, beberapa hari sebelum ayah meninggal kami pun masih sempat mengecat pagar rumah. Ada penyesalan yang gue rasakan sampai sekarang, di mana pada Minggu pagi tanggal 16 Agustus sebelum pergi berziarah ke kubur kakek, nenek dan keluarga yang sudah meninggal (waktu itu akan menjelang bulan Ramadhan). Gue di suruh ayah untuk menyelesaikan sisa pekerjaan mengecat pagar yang tinggal sedikit, tapi gue enggan melakukannya karena masih sangat mengantuk dan bilang akan menyelesaikannya setelah gue bangun satu jam lagi. Setelah gue bangun ternyata pekerjaan tersebut telah diselesaikan oleh ayah. Dan tanpa gue sadari itu adalah terakhir kalinya gue berkesempatan untuk mengecat pagar bersama beliau :'(.
Terutama di bulan Agustus, kebiasaan yang hampir selalu gue lakukan setiap tahun bersama ayah adalah cat pagar rumah dan pasang bendera merah putih di depan rumah. Bahkan di bulan Agustus tahun 2009, beberapa hari sebelum ayah meninggal kami pun masih sempat mengecat pagar rumah. Ada penyesalan yang gue rasakan sampai sekarang, di mana pada Minggu pagi tanggal 16 Agustus sebelum pergi berziarah ke kubur kakek, nenek dan keluarga yang sudah meninggal (waktu itu akan menjelang bulan Ramadhan). Gue di suruh ayah untuk menyelesaikan sisa pekerjaan mengecat pagar yang tinggal sedikit, tapi gue enggan melakukannya karena masih sangat mengantuk dan bilang akan menyelesaikannya setelah gue bangun satu jam lagi. Setelah gue bangun ternyata pekerjaan tersebut telah diselesaikan oleh ayah. Dan tanpa gue sadari itu adalah terakhir kalinya gue berkesempatan untuk mengecat pagar bersama beliau :'(.
Hari ini kami mengenang tiga tahun kematian beliau. Kakak-kakak serta ibu gue mengirimkan ayat-ayat surah Ya Siin buat beliau. Gue nggak ikut membaca surah Ya siin, tetapi beliau selalu menjadi yang pertama dalam doa yang gue panjatkan kepada Allah SWT disetiap shalat.
Tulisan kali ini gue persembahkan untuk mengenang beliau ayah terhebat bagi keluarga kami, dan akan gue tutup dengan pusi berjudul "Ayah" dari kakak ke-dua gue dalam blognya yang berhasil membuat gue jadi melow malam ini :'(.
Ayah....
Hari inikulihat kau disemua tempat
di sofa depan, dengan kaki rapuhmu yang disilangkan
di ruang tengah, depan televisi, dengan tawamu yang membahana
di kamar, lengkap dengan selembar koran, dan sepasang kacamata
depan komputer, dengan game solitaire di layar
Aku bahkan nyaris mendengar suara batukmu (lagi)
Ah....betapa besar kekuatan rindu itu
membuat sesuatu yang tak ada menjadi ada
membuat sesuatu yang tak nyata menjadi nyata
membuat sesuatu yang tak hidup menjadi hidup
Tuhan...ampuni aku, karena masih menginginkannya ada disisiku
kumohon, perbolehkanlah ia hidup dihatiku
meski hanya dihatiku............
Ya Allah, berikanlah beliau tempat yang layak di sisiMu, maafkanlah dosa dan khilaf yang beliau lakukan, terimalah amalan-amalan beliau, dan lapangkanlah alam kuburnya. Amin Ya Rabbal'alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar